Minggu, 28 Juni 2009

media cerpen

Minna, ini salah satu cerpen saya yang dapat digunakan untuk belajar bahasa Jepang sedikit-sedikit...Namanya memang mirip nama-nama di anime Hikago, sengaja coz saya suka anime itu...Tapi ceritanya  jauuuuuh berbeda...Tanoshimi ni yonde kudasai..

- Tugas Media Cerpen waktu tingkat 3 -


AKIRA
Samui..(dingin)”, untuk kesekian kalinya aku merapatkan mantelku. Sebenarnya aku paling tidak suka keluyuran di musim dingin seperti ini, walau ini sudah hampir bulan Maret tapi dinginnya tidak juga berkurang. Ah, semoga saja musim semi yang kurindukan itu akan segera tiba.

Oh iya. Perkenalkan, namaku Hikaru Shindou, umurku 16 tahun kelas 1 SMU. Gara-gara nilai ujian sejarah dan budayaku jeblok, akhirnya aku diwajibkan mempelajari sejarah dan kebudayaan Jepang yang pantesnya buat nenek-nenek itu. Karena waktunya sudah mepet dan bahan yang mesti dipelajari banyak sekali, aku jadi bingung sendiri apa yang harus kulakukan. Taihen da!(repot ya!). Aku sudah berpikir seharian tapi aku sama sekali tak menemukan ide apa yang harus kupelajari, saat sedang membuka-buka album lama, aku melihat sehelai foto saat perayaan Hanami (menikmati keindahan bunga sakura yang bermekaran). Saat itulah aku teringat kepadanya….Akira.

Dan akhirnya di sinilah aku sekarang terdampar, di pinggir kota Fukuroi, Shizuoka. Keluarga Akira adalah keluarga yang masih cukup “klasik”. Sudah dua tahun aku tidak bertemu dengan Akira, jadi kupikir apa salahnya mengerjakan tugas sambil sekalian berkunjung. Kemarin aku sempat menghubunginya dan mengatakan maksudku, tentu saja dia senang mendengarnya dan sangat menantikan kedatanganku.

”Huh..osoi (lambat). Mana sih Akira, kok lama sekali ya”, ini sudah yang kesekian kalinya aku menggerutu. Kemarin dia menyuruhku untuk menunggu di depan bandara, katanya dia akan menjemput. Dulu Akira dan aku bersekolah di tempat yang sama semenjak TK. Dia sangat baik kepadaku. Aku yang egois ini selalu dapat dimengerti olehnya, kalau saja dia itu cewek pasti sudah kujadikan pacar. Tapi waktu naik ke kelas tiga SMP, tiba-tiba saja dia harus pindah sekolah. Mengikuti ayahnya yang pensiun dan akhirnya kembali ke kampung halamannya di Shizuoka. Saat itu aku tak bisa ikut mengantar ke Fukuroi karena ibuku sedang sakit. Aku hanya bisa mengantar sampai depan bandara. Zannen dane! (sayang sekali ya!). 

Di tengah indahnya bunga-bunga yang bermekaran di musim semi, di antara bunga sakura yang berguguran aku melambaikan tangan kepadanya, saat itu aku berpikir, “Kapan ya aku bisa bertemu lagi denganmu?”.

”Hikaru kun (panggilan akrab di Jepang)!”

Terdengar suara seseorang memanggilku, ketika aku menoleh ke arah suara itu, di antara tumpukan salju yang masih tersisa, aku kembali melihat sosoknya.

“Hah, tsukareta (Capek). Maaf ya lama menunggu, Hikaru kun! Gomennasai! (maaf)”, Akira berkata sambil terengah-engah karena berlari-lari.
“Oh, aku belum lama kok.”, jawabku.
Hisashiburidayo, genki? (lama tidak bertemu, apa kabar) ”, tanyanya padaku.
“Ha..ha.. kan dari kemarin juga sudah kukatakan kalau aku ini dalam keadaan yang sangat baik!”, jawabku lagi.
Akira pun tersenyum. ”Ya syukurlah kalau kau sehat.”, katanya lagi.

Itulah Akira, dari dulu dia selalu saja mengkhawatirkan aku. Memang sih aku ini orangnya ceroboh sekali, tapi kan itu dulu, sekarang sih ya ga jauh beda he..he..
“Akira kun, aku senang bisa berjumpa lagi denganmu, kamu sekarang jadi makin tinggi ya!”, ucapku sambil menepuk-nepuk bahunya.
“Oh, akhirnya kamu sadar juga ya, kalo aku sekarang lebih tinggi darimu. Bukannya kamu yang semakin pendek? He..he..he…Makanya kamu tuh harus rajin olahraga, jangan tiduran sambil baca komik melulu!”, jawabnya sambil nyegir.
“Huh dasar…”, pikirku

Sepanjang jalan kami membicarakan berbagai hal mulai dari keluargaku, keluarganya, teman SMP kami dulu, sekolahku yang sekarang dan berbagai macam hal kami bicarakan. Aku bertanya padanya, “Eh apa tidak masalah jika aku tiba-tiba datang untuk belajar kebudayaan kepada keluargamu?”.
Ii yo..!(tidak apa-apa) Ya ampun Hikaru ternyata kau ini tak sedikitpun berubah ya, selalu saja mencemaskan hal-hal yang sebenarnya tidak perlu dicemaskan. Keluargaku malah senang kamu mau minta bantuan sama mereka, apalagi ibuku dia kangen banget sama kamu!”, Akira menjawab sambil tersenyum.
Hmm..yokatta! (bagus/syukurlah)”, gumamku. Rasa gundah yang sedari tadi menyelimutiku entah mengapa kini terbang diterpa angin musim dingin.
“Rumahmu masih jauh?”, tanyaku kepadanya.
Soalnya kakiku sudah lumayan pegal dari tadi berjalan terus.
“Setelah melewati tikungan ini akan ada sebuah kuil kecil. Lalu dua blok selanjutnya ada taman, di depan taman itulah rumahku, gaman shitekudasai..(sabar ya)!”, jawabnya.

Kulihat di sepanjang jalan ini banyak tumbuh pohon momiji dan sakura.
“Kalau musim semi sudah tiba jalan ini pasti indah sekali.”, pikirku.
Akhirnya kami tiba di depan rumah Akira, sugoi..! (keren!). Rumah ini benar-benar luas. Walaupun sudah tua tapi masih terlihat kokoh, konon katanya rumah ini sudah ada sejak jaman restorasi Meiji. Wah benar-benar sudah tua. Sebenarnya selama dua tahun ini aku bukannya tak ingin berkunjung ke rumah Akira, kalau soal jarak kurasa itu tak jadi masalah. Karena di jaman modern ini dari Sapporo ke Shizuoka bukanlah masalah besar. Tapi yang jadi masalah adalah keluarganya yang benar-benar kuno dan mungkin sedikit unik adalah masalah utamaku yang sama sekali tak suka dengan segala sesuatu yang berbau kuno.
Setelah masuk pintu gerbang, aku disambut oleh taman bunga. Sepertinya yang ini diurus oleh ibunya Akira. Kata Akira kalau sudah musim semi taman ini penuh dengan bunga mulai dari mawar, aster, crysant, dahlia, sun flower, dandelion, pokoknya indah sekali. Tapi karena sekarang masih musim dingin, shouganai (apa boleh buat). Bunganya masih pada tidur.

Kami masuk ke ruang tamu utama, di sana aku disambut oleh satu set Hina Ningyo, wah benar-benar pemandangan yang klasik.
”Aku masuk dulu ya mau memberi tahu okaasan (ibu) kalau kamu sudah datang.”, Akira lalu masuk ke dalam.

Walaupun ruangan ini di sebut ruang depan utama, tapi disini sama sekali tak ada kursi. Untuk alas duduk disediakan bantal-bantal berwarna biru dan putih, jadi aku mesti duduk bersimpuh di atas bantal ini. Padahal aku ini paling tidak tahan kalau disuruh duduk bersimpuh, paling lama juga lima menit, ha..ha.. dasar payah ya aku ini. Bukan cuma di luarnya saja yang kelihatan kuno, bagian dalam rumah ini juga menarik. Selain Hina Ningyo, di ruang ini juga terpajang katana (pedang) yang sangat indah, mungkin milik ayah Akira, beliau kan keturunan samurai. Aku ingat dulu pernah di ajari kendo oleh ayah Akira, tapi hanya bertahan satu bulan karena aku keburu menyerah. Akirameteshimatta ( menyerah).

“Hikaru chan (panggilan akrab di Jepang,biasa digunakan oleh orang yang lebih tua kepada yang lebih muda), lama tak bertemu, bagaimana kabarmu?”, suara wanita di belakangku mengagetkan ku, aku menoleh lalu melihat sosok wanita cantik.
Ternyata itu ibunya Akira. Aku lalu membungkuk memberi hormat lalu menyapanya, “Oh Bibi, saya sehat-sehat saja. Maaf selama ini saya tak sempat mengunjungi karena saya sibuk di sekolah (uso (bohong)), lalu bagaimana kabar Bibi dan Paman?”
“ Kalau aku sudah jelas sehat-sehat saja, suamiku juga sekarang ini cukup sehat, walau penyakit darah tingginya kadang kambuh.”, jawab Bibi sambil tersenyum.
Sambil basa basi aku menanyakan perihal hina ningyo yang terpajang disitu.
“Oh itu milik keponakanku, sekarang ini kan sudah dekat perayaan hina matsuri, jadi yang di pajang hina ningyo. Eh, apakah Hikaru chan mengetahui kisah di balik hina matsuri?”, tanyanya padaku.
“Hah? Hina matsuri ada asal muasalnya juga ya? Wah aku tidak tahu tuh, aku kan anak laki-laki.”, jawabku.
Soalnya aku tahu, kalau dilayani, ibunya Akira pasti akan bercerita panjang lebar. Tapi ternyata aku tak bisa berkutik ketika Bibi mulai menceritakan sejarah hina matsuri.
“Hina ningyo yang lengkap, terdiri dari 7 tingkatan yang di lapisi kain merah. Nama festival ini diambil dari kata hina, sebuah permainan pada periode Heian yang menggunakan boneka, rumah boneka dan perlengkapan lainnya untuk menggambarkan kehidupan di istana. Walaupun sesungguhnya permainan ini tidak memiliki hubungan langsung dengan hina matsuri, namun kata hina ini kemudian digunakan untuk menyebut boneka kertas, yang kemudian dalam perkembangannya di hubungkan dalam festival boneka ini. Hal ini mulai berlangsung sekitar jaman Edo……..”, Bibi terus bercerita sedang aku bengong saja, duh Akira kemana sih kok lama sekali. Ibunya Akira belum terlalu tua, juga masih terlihat cantik. Tapi dia ini suka aneh-aneh saja, perayaan apapun pasti sebisa mungkin diikutinya.
”Maaf aku lama Hikaru kun, tadi aku menyiapkan dulu tempat untukmu tidur, tadinya kau bakal tidur di ruang tamu, tapi setelah kupikir-pikir lagi, sebaiknya kita tidur satu kamar saja ya, biar bisa ngobrol lebih banyak lagi!”, akhirnya Akira datang dan menyelamatkan aku dari ibunya.
Yokatta! (syukurlah)
Lalu kami pergi dari hadapan ibu Akira, dengan alasan mau istirahat dulu. Si Akira ini malah senyum-senyum saja melihat aku bengong di hadapan ibunya.
Sambil tiduran Akira berkata padaku, ”Nanti kamu akan diajari oleh kakek, tapi kamu mesti tahan ya sama beliau, asal tau aja dia tuh lebih parah dari ibuku!“
Nani?(apa?) Ya ampun kok gini amat ya nasibku. Aku lalu melirik ke atas meja belajar, di situ terpajang fotoku dan Akira saat perayaan tanabata.
“Kau masih menyimpan foto itu Akira kun?”, tanyaku.
“Oh, bukan cuma yang itu, semua foto yang pernah kuambil saat bersama Hikaru kun masih kusimpan dengan baik, bahkan saat gion matsuri yang ingin kau lupakan itu masih ada padaku.”, jawabnya.
Lalu aku mendelik ke arah Akira, “Awas kau ya!”.
” Kamu datang ke tempat yang tepat buat belajar chanoyu (upacara minum teh) nak Hikaru”, sambil berkata seperti itu kakeknya Akira berjalan menuju chashitsu (ruang untuk menyelenggarakan chanoyu), diikuti oleh aku dan Akira.
Kakeknya Akira mulai menjelaskan tentang alat-alat yang biasa digunakan dalam chanoyu. Kupikir ini akan gampang karena Akira bilang upacara chanoyu hanya berlangsung selama 20 menit saja. Demo, kitai o uragitte…(tak sesuai dengan dugaan)
Kakek terus mempraktekan ‘pelajaran’ chanoyunya. Ya ampun totemo muzukashii (sulit sekali). Lagian ngapain juga aku harus pake hakama seperti ini. Akira bilang sih ini request dari kakeknya, dasar ada-ada saja.
Duh, aku mulai kesemutan. Sudah hampir 30 menit aku duduk bersimpuh seperti ini dan sudah kelima kalinya Akira mencubitku karena aku mau duduk selonjor ( ah dia itu tak mau mengerti tentang perasaanku).
“Hikaru kun, kamu jangan stres dulu, ini baru pembukaannya saja, nanti kamu juga akan di ajari bagaimana cara menyajikan teh dan juga cara meminum teh, upacara aslinya memang 20 menit tapi belajarnya kan tidak sesingkat itu.”, kata Akira sambil tersenyum.
Ya Tuhan ternyata penderitaanku belum berakhir. Owaritaina…(aku sangat ingin ini berakhir)
Seusai ‘private’ chanoyu, kami pergi ke onsen (pemandian air panas) yang ada dekat sana lalu pulang dan langsung menyantap nasi kare buatan ibunya Akira. Wuih dingin-dingin begini makan kare, tottemo oishii..! (sangat enak)
“Hikaru kun, kau masih ingatkan janjimu kepadaku?”, tanya Akira sambil tiduran di atas tempat tidur.
“Hah, janji apa?”, jawabku keheranan.
“Dulu waktu kau mengantarku ke bandara, kau pernah berjanji kapan-kapan kita bakal jalan-jalan bareng. Nah, mumpung kamu kesini, kutagih janji itu, doudesuka (bagaimana)?“, katanya lagi.
”Oh janji yang itu, emh…gimana ya..?”, untuk sesaat kuperhatikan raut wajah Akira agak khawatir.
“Ya baiklah, sekalian aku juga ingin jalan-jalan, bagusnya kemana ya?”, lanjutku.
Mendengar hal itu tentu saja Akira senang.
“Bagaimana kalau kita ke gunung Fuji saja? Dari sini kan dekat.”, usulku..
“Hah, mau ngapain kamu datang ke sana di musim dingin kayak gini, mau jadi manusia es batu?”, jawabnya.
Aku langsung cemberut.
“Ha..ha.. okoranaide (jangan marah), kalau mau ke gunung Fuji bagusnya sih mulai tanggal 1 juli hingga 31 agustus, soalnya cuaca di bulan itu sangat stabil dan tidak ada salju di puncak gunung, sehingga jalan menuju puncak mudah untuk di lewati. Kalau bulan lainnya sih aku ga berani menjamin cuacanya bakal mendukung, kapan-kapan kita kesana ya.”, jelas Akira.
“Terserah kamu deh, jadi besok kita mau kemana? Aku ngikut aja deh, males kalau udah adu pendapat dengan kamu.”, aku berkata sambil merebahkan diri di tempat tidurku.
“Baiklah, kalau begitu besok kita akan ke Tokyo Tower lalu ke Roppongi, kau pasti suka!”, jawab Akira. Lalu kami pun tidur.
………………………………………………………………………………………….
“Senyum ya Hikaru kun”, teriak Akira sambil membidikan kameranya kepadaku. ”Nah sekarang giliranku, jangan lupa Tokyo Towernya mesti keliatan ya!”
Wah, kalau di lihat dari dekat menara ini benar-benar mirip menara Eiffel ya, eh tapi ternyata Tokyo Tower tingginya 333 meter, sedangkan Eiffel 320 meter. Ini berarti Tokyo Tower adalah menara yang terbuat dari struktur baja tertinggi di dunia. Sugoi! (Hebat) Shikashi (tapi), menara ini beratnya hanya 4000 ton jauh lebih ringan dibanding Eiffel yang mencapai 10.000 ton. Warna Tokyo Tower adalah putih dan oranye, ini sesuai dengan peraturan penerbangan. Katanya total cat yang digunakan adalah 28.000 liter. 176 lampu di gunakan untuk meneranginya. Tokyo Tower mulai dibuka pada tanggal 3 bulan 3 tahun Showa 33 (3 maret 1958). Wah lumayan juga nih pengetahuanku jadi bertambah.

Setelah puas berfoto-foto di luar, kami pun masuk ke dalam menara itu, di lantai pertama ada aquarium raksasa yang dihuni lebih dari 50.000 ekor ikan dan 800 spesies, di lantai ke dua lebih mirip supermarket, lantai ke tiga disebut sebagai ‘Tokyo Tower Karnaval’, di lantai empat terdapat tempat bernama ‘Trick Art Galery dan Government Information Display Center, lalu di atasnya terdapat dua lantai untuk pengamatan. Aku dan Akira menghabiskan waktu paling lama di sini, soalnya di sini menawarkan pemandangan 360 derajat dari menara.

Akira berkata, “Kalau beruntung, kita dapat melihat gunung Fuji dari sini, jika sedang cerah tentunya.”
Lalu aku mengarahkan teropongku ke arah gunung Fuji ”Yah, zannen (sayang sekali). Sedang berawan.”, ujarku penuh kecewa.
Setelah makan kami pun melanjutkan perjalanan ke Roppongi.
”Akira kun, kenapa kamu mengajakku ke sini, memang apa bagusnya tempat ini?”, tanyaku pada Akira.
” Jika di Jepang ada kota yang tak pernah tidur, Roppongilah tempatnya. Tenang saja deh kamu pasti suka, nanti kamu juga bakal dapat memperbaiki nilai sejarahmu kalau sudah pulang dari sini”, jawab Akira enteng.

Wah benar juga, kota ini benar-benar sibuk. Sejauh mata memandang banyak kulihat orang asing. Di sini juga dengan mudah dapat kita temui aneka makanan, fashion store, music store, dan banyak lagi. Kami sempat membeli takoyaki di sana. Ketika kami lewat di depan Hard Rock Café aku sempat kaget melihat ada kingkong nangkring di atas gedung. Hampir saja aku berteriak ketakutan kalau saja Akira tidak segera menutup mulutku dan menjelaskan kalau itu cuma maskotnya tempat itu. Ohhh begitu ya, kurang kerjaan banget sih orang yang naruh kingkong di sana.

Kami lalu mengunjungi kuil Senshouji, di dekat kuil ini ada makam Okita Soushi yang lahir pada tahun 1844, ia merupakan salah seorang dari klan Shirakawa.

“Eh tau tidak kalau Okita Soushi itu salah satu pendekar favorit kamu Hikaru kun?”, kata Akira.
Dare?(siapa?) Please deh, yang benar saja, denger namanya juga baru sekarang.”, jawabku. “Asal kamu tau aja ya, kalau tokoh Seta Soujirou dalam anime Rurouni Kenshin itu mengambil model dari Okita soushi!”, katanya lagi.
“Hah, hontou ?!(benarkah?) Kalau gitu ayo kita berdoa untuk beliau!”

Lalu kami ke kuil Zenpukuji. Chotto hen da to omou (kupikir ini agak sedikit aneh), di tengah kemegahan dan kemeriahan metropollis Roppongi masih ada bangunan kuno yang ramai di kunjungi orang.

Duh kakiku sudah pegal, habis dari tadi kami jalan kaki melulu. Tapi jalan-jalan di Tokyo memang lebih enak jalan kaki, soalnya selain objek wisatanya yang berdekatan, kita juga bisa lebih puas menikmati pemandangannya. Ya maklumlah aku kan baru pertama kalinya datang ke tempat ini, jadi wajar aja kalau lupa waktu.

Hari sudah larut ketika kami pulang ke kediaman keluarga Touya. Saat itu ibunya Akira masih bangun, dia lalu menanyakan apakah kami mau makan. Aku sudah terlalu lelah untuk makan, tapi ketika mendengar menunya sup miso, langsung saja aku nangkring di ruang makan. Ha….ha…ha… pekopeko (lapar)…
Sudah 5 hari aku tinggal di kediaman keluarga Touya, ini adalah hari terakhirku. Walau Akira menghalangi aku untuk pulang dan aku masih kerasan, tapi liburan musim dingin sudah hampir usai dan aku harus kembali ke sekolah. Kalau soal tugas sih mondai nai (tidak ada masalah), semuanya sudah diselesaikan. Ya dengan bantuan Akira tentunya.

“Nanti datang lagi kesini ya Hikaru kun!”, ucap Akira sambil memandangku.
“Kamu jangan gitu dong Akira kun, baiklah aku pasti datang lagi. Kamu juga sekali-kali datang ya ke Sapporo, nanti kita jalan-jalan keliling Sapporo seperti dulu lagi.”, jawabku sambil mengambil tas yang dari tadi dibawa Akira.
“Maafkan aku, kalau selama ini bikin kamu ga betah ya! Moushiwake arimasen yo! (maaf kan aku ya)”, ucapnya lagi.
“Ya ampun Akira kun, harusnya aku yang ngomong gitu”, jawabku. “Nanti pas golden week tiba, aku pasti datang ke sini, itu kan sebentar lagi.“, lanjutku.
“Akhir april kan? Baiklah aku menunggumu.”, akhirnya Akira tersenyum.
Nantonaku kono kimochi o kanjite (entah mengapa aku merasakan ini), aku merasa kalau Akira sangat bercahaya hari ini. Pokoknya ada yang beda deh, tapi aku kok dokidoki (degdegan) terus? Apa bakal terjadi sesuatu yang tidak kuinginkan ya? Ah, wakaranai(aku tidak mengerti). Aku menggeleng-gelengkan kepalaku biar semua pikiran jelek itu menyingkir dari kepalaku.

Doushitano? (ada apa)”, tanya Akira.
“Emh…. Nandemo nai (tidak ada apa-apa).”, jawabku.
“Hikaru kun, lihat pohon cemara ini. Kirei desune?! (indah ya!) Penuh dengan salju. Untuk terakhir kalinya sebelum kau pulang, ayo kita di foto disini!”, katanya sambil menunjuk cemara yang ada di depan bandara.
“Yaa baiklah, eh Akira kun, aku ingin mengambil gambarmu sendiri dong, yang bagus ya buat kenang-kenangan!”

Saat mengambil foto itu dengan latar belakang putihnya hamparan salju, aku sama sekali tak menyangka kalau itu adalah untuk terakhir kalinya aku melihat senyum di wajah Akira. Akira kun no saigo no egao o mita..(kulihat senyuman terakhir Akira)
…………………………………………………………………………………..
Mou nika getsu desu (sudah dua bulan). Musim semi yang kunantikan itu sudah datang, bunga-bunga bermekaran menghiasi seluruh penjuru Jepang, sakurapun sedang mekar-mekarnya. Kini aku ada di Shizuoka menepati janjiku padanya.
“Hei, ini aku sudah datang, aku kan sudah janji kalau golden week tiba aku akan kembali ke sini”, kata ku pada Akira.

Tapi Akira diam saja.

Zutto damatteiru (terus diam).
“Padahal kau sudah janji, nanti kita akan mendaki gunung Fuji sama-sama, mau datang ke Sapporro, tapi kenapa kamu ingkar janji?”

Akira tetap saja diam.

Ketika sampai di halaman rumahnya aku berkata, “Tuh kan benar kataku, kalau musim semi sudah datang, jalan di depan rumahmu ini benar-benar indah. Hontou ni kirei na keshiki desu. (pemandangan yang benar-benar indah)

Akira tetap membisu.

Naze..(kenapa)…..? Kenapa kamu tega sekali? Padahal kau sudah berjanji kepadaku!”

Aku tak bisa lagi menahan diriku, air mataku mulai menetes seiring dengan kelopak sakura yang berguguran.

Di tengah indahnya hujan sakura, aku berjalan mengantarmu, ke tempat peristirahatan terakhirmu. Sampai kapanpun juga kau tetap yang terbaik untukku, saat-saat bersamamu akan selalu menjadi kenangan yang takkan mungkin kulupakan. Wasurerarenai omoide ni naru. Subete no tame ni, maido arigatou gozaimashita…AKIRA kun.


Cerita ini kupersembahkan untuk sahabat yang entah ada dimana..Mariana Kamal

1 komentar:

  1. http://reretaipan88.blogspot.com/2018/06/halo-sahabat-taipanqq-semuanya.html

    Taipanbiru
    TAIPANBIRU . COM | QQTAIPAN .NET | ASIATAIPAN . COM |
    -KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
    Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID terbaik nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
    Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
    1 user ID sudah bisa bermain 8 Permainan.
    BandarQ
    AduQ
    Capsasusun
    Domino99
    Poker
    BandarPoker
    Sakong
    Bandar66

    Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
    Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
    customer service kami yang profesional dan ramah.
    NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
    Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
    Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
    • WA: +62 813 8217 0873
    • BB : D60E4A61

    Daftar taipanqq

    Taipanqq

    taipanqq.com

    Agen BandarQ

    Kartu Online

    Taipan1945

    Judi Online

    AgenSakong

    BalasHapus